![]() |
| Sebastian Vettel |
Tahun 2019 lalu mungkin ingin segera dia lupakan. Musim lalu merupakan musim yang secara umum sangat sulit bagi Tim Kuda Jingkrak. Kekonyolan tim penentu strategi masih menjadi penyakit kronis yang seakan tak ada obatnya. Mobilnya cuma unggul di sirkuit yang banyak trek lurus seperti Spa-Francorchamps dan Monza. Selebihnya harus rela menghirup asap knalpot Mercedes, yang sukses merebut gelar juara dunia konstruktor keenam, dan memberikan gelar juara dunia pembalap pada Lewis Hamilton.
Untuk Vettel sendiri, keadaannya jauh lebih mengerikan. Mungkin luka hatinya saat kemenangannya direnggut oleh stewards GP Kanada dengan penalti 5 detik sudah dia lupakan. Namun, sepanjang musim ini dia banyak berada di belakang rekan setimnya, Charles Leclerc. Yang usianya baru 22 tahun, dan baru menjalani musim keduanya di balap F1. Namun sukses merebut kemenangan di Spa dan Monza. Sementara Vettel malah berulang kali melakukan kesalahan seperti melintir di Bahrain dan Monza. Beberapa kali juga terkena apes et causa kekonyolan strategi Ferrari atau masalah teknis.
Terlepas dari beberapa kesialan atau penalti GP Kanada yang gila itu, namun secara statistik, jelas bahwa musim ini Vettel kalah bertaji jika dibandingkan dengan rekan setimnya yang masih muda itu. Sepanjang musim ini, saat kualifikasi Leclerc berada di depan rekan setimnya sebanyak 11 kali, sedangkan Vettel 9 kali. Leclerc mencetak tujuh kali pole position, sedangkan Vettel hanya dua kali. Rata-rata posisi finis Leclerc adalah 4,21, sedangkan Vettel 5,11. Pun, hasil akhirnya, Leclerc berada di posisi 4 klasemen dengan 264 poin, sedangkan Vettel di posisi 5 dengan 240 poin.
![]() |
| Perbandingan Leclerc dan Vettel dikutip dari Racing Statistics |
![]() |
| Perbandingan Leclerc dan Vettel, dikutip dari RaceFans |
Kemudian Vettel ditarik ke tim senior Red Bull Racing. Bersama Banteng Merah (yang tak bermoncong putih), Vettel menjadi superstar. Gelar juara dunia didapatkannya pada 2010-2013. Dominasinya seakan tak terbendung. Dia pun mendapat julukan Baby Schumi, digadang-gadang menjadi penerus kejayaan sang legenda Jerman, Michael Schumacher.
Namun, pada 2014, Vettel dan Red Bull kesulitan dengan regulasi baru. Vettel pun pindah ke Ferrari untuk 2015, di mana dia makin dielu-elukan sebagai titisan Mbah Schumi, yang dikenal sebagai legenda Ferrari. Namun, selain beberapa kali menang, Vettel belum dapat menambah koleksi gelar juara dunia di lemari pialanya.
Masa depan Vettel pun masih belum jelas. Mercedes memiliki banyak pembalap junior, dan Hamilton masih akan di sana sampai beberapa tahun ke depan. Red Bull sudah punya si tengil Max Verstappen untuk jangka panjang. Ferrari baru saja memperpanjang kontrak Leclerc untuk beberapa tahun ke depan, dan seakan menggantungkan pembicaraan kontrak Vettel. Renault atau McLaren jelas bukan pilihan.
Jelas saja Vettel galau kuadrat. Dulu digadang-gadang sebagai penerus Schumacher, dan dianggap sebagai awal kebangkitan Ferrari di 2015. Namun, kini malah harus rela menelan asap dari rekan setim yang lebih muda 10 tahun darinya. Belum lagi banyaknya kesalahan sepele tetapi memalukan yang dia lakukan. Kondisi ini membuat tahun 2020 akan jadi tahun krusial buat Vettel.
Memang, Vettel belum habis. Bagaimana dia naik ke posisi 2 setelah start dari belakang di GP Jerman adalah bukti bahwa dia masih bisa bertaji. Belum lagi ketika menang di Singapura, lap pertama dia saat keluar dari pit stop dan melompati Leclerc adalah bukti kecepatannya masih ada. Namun, Vettel perlu menunjukkan performa seperti ini secara konsisten, supaya karirnya di F1 selamat.






